Dalam ajaran Islam telah memberikan peringatan yang tegas kepada kaum muslimin supaya meninggalkan perilaku ujub (kekaguman terhadap diri sendiri). Perilaku ini jauh lebih berat cara menghindarinya ketimbang terhadap perilaku sombong. Dikarenakan ujub tidak melibatkan siapa pun, melainkan orang yang merasa ujub itu sendiri. Sehingga sekali pun dia ditakdirkan untuk diciptakan sendirian di dunia ini, maka dia akan tetap menjadi manusia yang memililki sifat ujub. Tetapi dia tidak akan menjadi manusia yang sombong selagi tidak ada manusia yang lainnya, atau disebabkan dia merasa lebih hebat dibanding dengan manusia yang lainnya. Sedangkan di dalam sebuah hadis qudsi telah difirmankan Allah, melalui Nabi SAW, "Kesombongan itu adalah kain selendangKu, dan kebesaran itu adalah kain sarung Ku. Barangsiapa melawan Aku pada salah satu dari keduanya, niscaya Aku melemparkannya ke dalarn neraka Jahannam."
Orang yang mengerti bencananya amal, adalah dia yang di dalam dirinya senantiasa ada perasaan `harap-harap cemas' bila amal yang telah dilakukannya tidak diterima oleh Allah, sehingga di dalam dirinya takut untuk ujub. Nabi SAW telah bersabda, "Selagi seseorang membangga-banggakan dua lembah mantelnya, dan dia ujub terhadap dirinya sendiri, tiba-tiba Allah memutar-balikkan bumi karenanya, sehingga dia terguncang-guncang di atas bumi hingga Hari Kiamat" (Hr.Bukhari. dan Muslim).
Ujub merupakan perilaku manusia yang bersifat batini, bila hal ini tidak segera diobati maka dengan mudah dapat berubah menjadi perilaku takabur. Dengan kata lain, ujub adalah penyebab perilaku takabur. Di sinilah asal muasal munculnya banyak bencana dalam kehidupan umat manusia. Ibnu Mas'ud berkata, "Kebinasaan itu terletak pada dua perkara, yakni ujub dan putus asa. Sedangkan kebahagian tidak akan dapat diraih, melainkan dengan pencarian dan ketekunan. Orang yang putus asa tidak mau mencari. Sebaliknya, orang yang ujub mengira bahwa dirinya telah mendapatkan segala apa yang dikehendakinya, sehingga tidak mau berusaha lagi."
Ujub terhadap Allah sebagai al-Khaliq manakala di dalam diri seorang hamba mulai terbesit pikiran atau perasaan, bahwa: dirinya telah memiliki amal ketaatan yang paling hebat (a); dirinya telah menjadi pilihan Allah dikarenakan banyaknya amal yang telah dilakukannya (b); dirinya telah lupa bila seluruh nikmat yang diterirnanya merupakan taufik Allah (c); dan meremehkan amal perbuatan yang dapat merusak amal ibadahnya (d); Di peringatkan oleh Nabi SAW, "Tiga perkara yang merusak yailu: (1) Kikir yang dituruti; (2)Nafsu yang diikuti; dan (3) Kekaguman seseorang terhadap diri sendiri" (Hr.Bazzar dan Abu Nu'aim).
Perilaku ujub dapat muncul dikarenakan di dalam diri seseorang tersebut telah ada perasaan yang menggambarkan, bahwa amal perbuatan yang dilakukannya telah merniliki kesempurnaan. Manakala perasaan itu keberadaannya semakin kuat, karena merasa telah mernpunyai hak di sisi Allah, maka ini merupakan motif penguat pada seseorang untuk mengagumi dirinya sendiri. Lebih dari itu dirinya merasa berhak atas pahala atau balasan terhadap amal perbuatan yang telah dilakukannya. Allah berfirman, "Dan, mereka itu menyangka bahwa mereka telah berbuat yang sebaik-baiknya" (Qs.al-Kahfi: 104).
وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا
Cara Mengobatinya
Perilaku ujub esensialnya adalah kesombongan yang dihasilkan di dalam batin seseorang dengan bayangan kesempurnaannya, yang berupa ilmu dan. amal perbuatan. Bila dirinya takut akan kehilangan keduanya, maka dirinya tidak akan ujub. Bila dirinya senang terhadap keduanya karena hal itu merupakan anugerah dan nikmat Allah, maka yang demikian ini bukanlah ujub, rnelainkan menyukuri anugerah Allah SWT.
Namun sebaliknya, manakala seseorang telah memandangnya sebagai sesuatu sifat yang tidak akan hilang dan tidak mernandang kepada yang memberikan kenikmatan, melainkan memandangnya sebagai sifat dirinya sendiri secara intrinsik, maka inilah yang dinamakan ujub dan akan membawa kebinasaan pada pelakunya. Ketahuilah bahwa Allah--lah yang telah menganugerahkan nikmat kepada seorang hamba, yang menciptakan seorang hamba, dan yang telah menciptakan amal perbuatan seorang harnba. Jadi, tidak ada gunanya melahirkan perasaan ujub bagi seorang pengamal terhadap amal perbuatan yang telah dilakukannya. Tidak ada gunanya seorang 'aalim yang merasa mengetahui karena ilmunya. Tidak ada gunanya seorang yang merasa cantik karena kecantikannya. Tidak ada gunanya orang yang merasa kaya karena kekayaannya. Tidak ada gunanya orang yang merasa berkuasa karena kekuasaannya. Karena sesungguhnya kesemuanya itu berasal dari karunia Allah, dan keberadaannya juga semata karena atas pertolongan Allah. Manusia sebagai `bani Adarn' hanyalah sebatas tempat pelimpahaman nikmat dan tempat bagi kenikmatan orang lain, lain itu tidak.
Sebenarnya suatu amal perbuatan itu dapat terpenuhi, dikarenakan ada kesanggupan pada diri seorang hamba. Manakala ada pertanyaan, dari mana datangnya kesanggupan itu? Maka jawabnya adalah, kesemuanya datangnya dari sisi Allah bersama rahmat-Nya. Sebagaimana peringatan Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A, beliau pernah bersabda, "Sekali-kali amal saleh seorang di antara kalian tidak dapat memasukkannya ke surga." Para sahabat bertanya, "Tidak pula engkau, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Tidak pula aku, kecuali jika Allah melimpahi-ku dengan rahmat dan karunia dari-Nya" (Hr.Bukhari dan Muslim).
Ketahuilah, bahwa ujub itu muncul dikarenakan berbagai sebab, yang karena sebab-sebab itu pula perilaku takabur dapat muncul. Misalnya saja ujub terhadap keturunannya. Seperti adanya anggapan orang terpandang yang rnendapatkan kemuliaan dan keselamatan karena ayahnya yang juga orang terpandang. Cara rnengobatinya, bahwa dia menyadari tidak seperti ayahnya, dan lebih sejajar dengan orang-orang lain, tentu dia tidak akan dikenal. Jika dia merasa seperti mereka, maka dia tidak akan pernah merasa ujub, dan lebih hebat dari mereka. Bahkan boleh jadi dia akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya. Allah telah berfirman, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian, adalah yang paling bertakwa di antara kalian" (Qs Al Hujurat: 13).
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗ
Mengobati penyakit ujub itu lebih sulit ketimbang penyakit ruhani yarig lainnya. Sebab selagi seseorang merasa kagum terhadap pendapatnya sendiri, maka tidak ada gunanya nasehat yang diberikan kepadanya. Sekalipun datangnya dari seorang yang alim. Therapi yang paling cepat dan tepat untuk mengatasi penyakit ujub adalah banyak berkumpul dengan orang-orang yang tafaquh fid-diin, berkumpul dengan orang yang ikhlas, berkumpul dengan orang yang rendah hati, dan berkurnpul dengan orang yang sabar.
Ada juga orang yang mempunyai sifat ujub disebabkan melihat kesalahan yang terjadi pada dirinya sendiri. Tetapi dia menyangka bahwa perbuatannya itu baik, prasangka terhadap perbuatannya yang buruk menjadi baik ini, akan berakibat pada kesesatan yang nyata dalam diri orang tersebut, karena tidak ada 'pembelaan' dari Allah SWT. Sebagaimana difirmankan-Nva,
Maka apakah pantas orang yang dijadikan terasa indah perbuatan buruknya, lalu menganggap baik perbuatannya itu? Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka jangan engkau (Muhammad) biarkan dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (Qs Fathir: 8).
اَفَمَنْ زُيِّنَ لَهٗ سُوْۤءُ عَمَلِهٖ فَرَاٰهُ حَسَنًاۗ فَاِنَّ اللّٰهَ يُضِلُّ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرٰتٍۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ ۢبِمَا يَصْنَعُوْنَ
Perumpamaan orang yang tenggelam dalam dosa secara sengaja, namun dia senantiasa mengharapkan syafaat; adalah seperti orang sakit yang tenggelam dalam berbagai macam nafsu. Lalu dia hanya mengandalkan dokter yang menanganinya. Sudah barang tentu hal ini merupakan perbuatan yang amat bodoh. Karena usaha dokter hanya berrnanfaat untuk sebagian penyakit saja, tidak semua penyakit dapat disembuhkannya. Setiap seorang muslim selalu berharap untuk mendapatkan syafaat. Bisa jadi seseorang yang telah diberi syafaat setelah dibakar di dalam neraka. Namun, jika dosanya menguat, maka syafaat baginya pun tidak ada manfaat dan faedahnya. Nabi SAW bersabda, "Sekali - kali janganlah salah seorang di antara kalian dikumpulkan pada Hari Kiamat, sedangkan dia memanggul seekor onta yang melenguh." Lalu ada yang berkata, "Wahai Rasulullah, selamatkan aku!" Nabi SAW menjawab, "Aku tidak berkuasa sedikit pun terhadap dirimu. Aku sudah menyampaikan kepada-mu" (Hr.Bukhari dan Muslim)
Para sahabat Nabi SAW adalah orang-orang yang takut terhadap Hari Akhirat. Lalu bagairnana dengan derajat keberagamaan dan keruhanian kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar