Islam mengajarkan, bahwa kaum muslim supaya benar-benar mempunyai budi pekerti rendah hati (khuluqut-tawaadlu') dalam kehidupan kesehariannya, dengan tanpa harus hina dan rendah diri (minder) terhadap perilakunya orang lain.
Kaum muslimin harus yakin, apa-apa yang telah diajarkan oleh syari'at mempunvai ketinggian dan kemutlakan kemuliaan, dalam rangka menciptakan kehidupan sosial masyarakat yang indah.
Budi pekerti rendah hati, atau perilaku tawadlu' dalam ajaran Islam dipandang sebagai bagian terpenting dalam menunjang lahirnya akhlak kaum muslimin yang mulia sebagai cerminan akan posisi spiritualnya di sisi Allah ta'ala. Inilah rnotif yang paling kuat di kalangan para sahabat, para tabi'in, para para salafush-shalih, para shiddiquun dan para rabbaniyun di dalam menekuni pendidikan penyucian jiwa (tarbiyatun tazkiyatun-nafs).
Karena adalah suatu realitas, bahwa perilaku rendah hati akan berbuah sangat positif dalam kehidupan keberagamaan keislamannya sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh Al-Qur'an, As-Sunnah, dan An-Nubuwwah. Dan secara implementatif inilah pengamalan yang paling nyata dari ajaran Nabi SAW dalam kehidupan keseharian setiap mukmin-muslim, yang tersosialisasi sebagai pengaruh langsung dari kedalamannya akan ilmu akidah, ilmu syari'ah dan ilmu tashawuf-nya.
Dengan demikian, siapa saja dari kalangan kaum muslimin harus mengamalkan perilaku tawadlu', sebagai bentuk kongkrit dari pelaksanaan ibadah dan pemahaman akidahnya, yang secara indah terejawantahkan ke dalam ketinggian budi pekertinya. Sehingga dalam suatu kesempatan Nabi SAW memotivasi kaum muslimin dengan sabdanya, "Kekayaan tidak akan berkurang karena sedekah. Allah akan menambah kekuatan bagi orang yang bersikap pemaaf. Dan orang yang bersikap rendah hati karena Allah akan ditinggikan derajatnya" (Hr.Muslim).
Sebagai wujud rasa kasih sayang kepada sesama muslim (ruhama' bainal-musliim), dengan ikhlas karena Allah, haruslah mereka diajak untuk mengamalkan dan mempraktekkan perilaku tawadlu'. Dikarenakan puncak (klimaks) pencarian seorang muslim dalam kehidupan dunianya, tak lain adalah posisi ruhaniyah yang diridhai Allah, dan ruhaninya yang ridla akan Rabb-nya. Yang telah diyakininya, bahwa hal ini merupakan bekal yang terbaik dalam rangka perjalanan hidupnya menuju ke negeri akhirat.
Perilaku rendah hati adalah saudaranya dzikrul-mauut (ingat mati). Sedangkan sikap sombong rnerupakan saudaranya ghaflatul-mauut (lupa mati). Inilah dua kecenderungan jiwa umat manusia yang saling berlawanan.
Hanya sedikit dari para harnba Allah yang dapat mengamalkan khuluqut-tawaadlu beserta saudaranya sikap dzikrul-mauut mereka iriilah yang oleh al-qur'an disebutnya dengan 'ibaadurrahmaan (para hamba Allah yang tersinari sifat Rahrnan-Nya). Sebaliknya, sangatlah umum darj kalangan rnayoritas masyarakat manusia memelihara, membiarkan dan memiliki khuluqul-kibri besrta saudaranya sikap ghaflatul-mauut.
Budi pekerti tawadlu' tidak saja disyari'atkan kepada kaum muslimin, akan tetapi, dia juga disyari'atkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, " Dan, rendahkanlah diri-mu terhadap orang-orang yang mengikuti-mu, yaitu orang-orang_yang beriman" (Qs.asy-Syu'ara': 215).
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
Demikian juga terhadap para wali-Nya, Allah me-rnujinya dikarenakan akhlak tawadiu' yang dimilikinya dalarn kehidupannya, "Suatu kaum yang Allah mencintainya, dan mereka pun mencintai-Nya bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang mukmin, dan bersikap keras terhadap orang-orang yang kafir" (Qs.al-Ma'idah: 54).
يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ
Secara khusus Allah telah rnemberitahukan adanya pahala yang agung di .sisi-Nya bagi orang-orang yang mengamalkan perilaku tawadlu' dalam kehidupan kesehariannya, "Akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan" (Qs.al-Qashash: 83).
تِلْكَ الدَّارُ الْاٰخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لَا يُرِيْدُوْنَ
Dikarenakan urgen-nya (penting) dalam rangka mengimplernentasikan akidah Islam dalam praktek kehidupan keseharian kaum muslim-mukmin, Nabi SAW memerintahkan supaya mengamalkan perilaku yang mulia lagi agung tersebut dalam hidupnya, "Sesungguhlya Allah telah mewahyukan kepada-ku supaya kamu merendahkan diri, sehingga seseorang tidak akan menyombongkan dirinya kepada yang lain, dan seseorang tidak akan berbuat aniaya kepada yang lainnya" (Hr Muslim)
Di sarnping juga beliau mengimbau kepada kaum rnuslimin agar benar-benar mau bersikap rendah hati dalarn setiap aspek kehidupannya. "Allah tidak mengutus seorang nabi, kecuali dia bekeija sebagai penggembala kambing" Para sahabat bertanya kepadanya, "Bagimana engkau, wahai Rasulullah?" Nabi rnenjawab, "Aku menggembala kambing di padang rumput kepunyaan penduduk Makkah" (Hr Bukhari).
Dengan tegas pula Nabi SAW menyuruh kaum muslirnin supaya menjauhi perilaku. sornbong, "Tidaklah aku kabarkan kepada-mu tentang ahli neraka. Mereka adalah orang-orang yang bersikap kejam, rakus, dan meryombongkan dirinya" (Muttafaqun 'alaih)
Nabi kita juga memberitahukan, bahwa kelak pada hari kiarnat ada tiga rnacam rnanusia yang tidak ditegur sapa oleh Allah. Dikarenakan, di antaranya mereka itu telah rnenyornbongkan dirinya. "Ada tiga macam manusia yan(g pada hari kiamat Allah berfirman tidak akan bicara kepadanya, tidak akan disucikan-Nya, tidak akan dilihat-Nya dan baginya disediakan siksa yang pedih; yaitu orang tua yang berzina, raja yang pendusta, dan orang miskin yang menyombongkan dirinya" (Hr muslim).
Tanda Perilaku Tawadlu'
Untuk mengetahui kehadiran perilaku tawadlu' terdapat beberapa tanda, dari budi pekerti tersebut, di antaranya:
1. Tidak adanya keinginan untuk melebihi orang lain, dengan tujuan untuk menyombongkan dirinya.
2. Dia akan berdiri dari tempat duduknya ketika kedatangan orang yang atau terhormat karena akhlaknya, untuk mempersilahkan duduk di tempatnya. Menyondorkan sandal atau sepatunya seseorang yang bangkit dari tempat duduknya. Mengiringkannya dari belakang, bila bersama-sama keluar dari majelis.
3. Akan berdiri dengan sikap hormat, menghargai, wajah berseri, sekedar akan menanyakan keperluannya, dan berusaha membantu apa-apa yang menjadi keperluannya, bila seorang itu adalah tergolong orang kebanyakan.
4. Bila berkunjung atau bersilaturrahim kepada saudaranya yang fakir-miskin, seperti anak-anak yatim, dan tidak berstatus sosial; usahakan membawa barang-barang yang diperlukannya, atau berusaha sekuat tenaga untuk mencukupi keperluannya.
5. Memenuhi ajakan saudaranya yang miskin, yang sakit atau yang cacat tubuh, khususnya sesama muslim, untuk duduk bersama atau mungkin berjalan bersama.
6. Jika makan dan minurn ticlaklah berlebih-lebihan (israf), dernikian juga dalam hal berpakaian, dia memilih harga, corak, dan model yang sesederhana mungkin.
Beberapa Keteladanan Supaya terjadi proses imitasi yang positif, perlu kiranya kita mengetahui dan belajar dari sejarah orang-orang terdahulu yang mengandung nilai 5brah. Mereka di-antaranya: Adalah Umar bin `Abdul `Aziz RA, suatu m.alam kedatangan seorang tamu, tatkala beliau sedang menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar