Manfaat Sirih Merah

  

Sirih, yang memiliki daun berbentuk seperti hati, merupakan tumbuhan merambat atau bersandar pada tumbuhan lain. Sirih dikenal sebagai tanaman obat. Tanaman sirih juga bisa dikenal sebagai satu di antara jenis tanaman hias, sayuran, serta pelengkap dalam upacara adat. Ada beberapa jenis sirih, satu di antaranya adalah sirih merah. Selain memiliki daun berbentuk hati berujung runcing, ciri khas lain dari sirih merah, yakni berbatang bulat, berwarna hijau keunguan, dan tidak berbunga. Daunnya berlendir, berasa pahit, dan memiliki aroma khas sirih. Manfaat sirih merah bagi kesehatan mengacu pada berbagai kandungan di dalamnya, seperti flavonoid, alkaloid, tannin, senyawa polifenolat, dan minyak atsiri. Seperti halnya sirih yang lain, sirih merah mudah dibudidayakan sehingga Anda bisa menanamnya sendiri di rumah dan selanjutnya merasakan khasiatnya.

Berikut beberapa manfaat dari daun sirih merah:

1. Mempercepat Penyembuhan Luka.

Daun sirih merah bisa membantu mempercepat penyembuhan luka. Stres oksidatif tinggi yang disebabkan karena radikal bebas di tubuh bisa menunda penyembuhan luka. Daun sirih merah mengandung polifenol yang memiliki sifat antioksidan dan meningkatkan aktivitas enzim dalam pengambilan radikal bebas dalam tubuh seperti superoksida dismutase dan katalase.

2. Atasi Tanda-tanda Diabetes.

Kadar glukosa darah yang tinggi sering dialami penderita diabetes. Jika badan terasa lemas, pegal, kesemutan di ujung jari, tangan dan kaki serta kencing berlebihan ini menjadi salah satu tanda diabetes melitus yang perlu diwaspadai. Untuk membuat minuman ini bisa dibuat dengan merebus 3 lembar daun sirih merah setengah tua dari daun keenam atau ketujuh pucuk. Kemudian cuci bersih dan iris kecil. Rebus dengan tiga gelas sampai mendidih dan tersisa setengahnya. Dan minum air rebusan.

3. Atasi Keputihan.

Kandungan karvakrol dalam daun sirih sangat bermanfaat untuk mengatasi keputihan. Karena senyawa tersebut bersifat disinfektan dan antijamur sehingga bisa dijadikan sebagai obat antiseptik untuk keputihan. Cara penggunaannya adalah dengan meminum air rebusan sirih merah.

4. Cegah Bau Mulut dan Badan.

Daun sirih merah mengandung eugenol dan capitol yang berguna untuk mengusir penyebab bau mulut. Kandungan estradiol dan klavikula juga mampu atasi bau badan karena berfungsi untuk mengatur produksi hormon kelenjar keringat dalam tubuh.

5. Atasi Sakit Perut.

Tanin yang terkandung sirih merah juga dapat mengobati sakit perut. Sedangkan eugenol bermanfaat untuk mengurangi rasa sakit. Cara meraciknya cukup mudah yakni merebus 7 lembar daun sirih merah dengan air secukupnya sampai mendidih. Minum air rebusan sirih merah secara teratur.

6. Redakan Batuk.

Manfaat sirih merah untuk batuk bisa dilakukan dengan cara merendam daun sirih merah dalam minyak olive oil dan dioleskan ke dada untuk mengurangi hidung tersumbat.

Ujub Itu Sangat Merugikan

  


Dalam ajaran Islam telah memberikan peringatan yang tegas kepada kaum muslimin supaya meninggalkan perilaku ujub (kekaguman terhadap diri sendiri). Perilaku ini jauh lebih berat cara menghindarinya ketimbang terhadap perilaku sombong. Dikarenakan ujub tidak melibatkan siapa pun, melainkan orang yang merasa ujub itu sendiri. Sehingga sekali pun dia ditakdirkan untuk diciptakan sendirian di dunia ini, maka dia akan tetap menjadi manusia yang memililki sifat ujub. Tetapi dia tidak akan menjadi manusia yang sombong selagi tidak ada manusia yang lainnya, atau disebabkan dia merasa lebih hebat dibanding dengan manusia yang lainnya. Sedangkan di dalam sebuah hadis qudsi telah difirmankan Allah, melalui Nabi SAW, "Kesombongan itu adalah kain selendangKu, dan kebesaran itu adalah kain sarung Ku. Barangsiapa melawan Aku pada salah satu dari keduanya, niscaya Aku melemparkannya ke dalarn neraka Jahannam."

Orang yang mengerti bencananya amal, adalah dia yang di dalam dirinya senantiasa ada perasaan `harap-harap cemas' bila amal yang telah dilakukannya tidak diterima oleh Allah, sehingga di dalam dirinya takut untuk ujub. Nabi SAW telah bersabda, "Selagi seseorang membangga-banggakan dua lembah mantelnya, dan dia ujub terhadap dirinya sendiri, tiba-tiba Allah memutar-balikkan bumi karenanya, sehingga dia terguncang-guncang di atas bumi hingga Hari Kiamat" (Hr.Bukhari. dan Muslim).

Ujub merupakan perilaku manusia yang bersifat batini, bila hal ini tidak segera diobati maka dengan mudah dapat berubah menjadi perilaku takabur. Dengan kata lain, ujub adalah penyebab perilaku takabur. Di sinilah asal muasal munculnya banyak bencana dalam kehidupan umat manusia. Ibnu Mas'ud berkata, "Kebinasaan itu terletak pada dua perkara, yakni ujub dan putus asa. Sedangkan kebahagian tidak akan dapat diraih, melainkan dengan pencarian dan ketekunan. Orang yang putus asa tidak mau mencari. Sebaliknya, orang yang ujub mengira bahwa dirinya telah mendapatkan segala apa yang dikehendakinya, sehingga tidak mau berusaha lagi."

Ujub terhadap Allah sebagai al-Khaliq manakala di dalam diri seorang hamba mulai terbesit pikiran atau perasaan, bahwa: dirinya telah memiliki amal ketaatan yang paling hebat (a); dirinya telah menjadi pilihan Allah dikarenakan banyaknya amal yang telah dilakukannya (b); dirinya telah lupa bila seluruh nikmat yang diterirnanya merupakan taufik Allah (c); dan meremehkan amal perbuatan yang dapat merusak amal ibadahnya (d); Di peringatkan oleh Nabi SAW, "Tiga perkara yang merusak yailu: (1) Kikir yang dituruti; (2)Nafsu yang diikuti; dan (3) Kekaguman seseorang terhadap diri sendiri"  (Hr.Bazzar dan Abu Nu'aim).

Perilaku ujub dapat muncul dikarenakan di dalam diri seseorang tersebut telah ada perasaan yang menggambarkan, bahwa amal perbuatan yang dilakukannya telah merniliki kesempurnaan. Manakala perasaan itu keberadaannya semakin kuat, karena merasa telah mernpunyai hak di sisi Allah, maka ini merupakan motif penguat pada seseorang untuk mengagumi dirinya sendiri. Lebih dari itu dirinya merasa berhak atas pahala atau balasan terhadap amal perbuatan yang telah dilakukannya. Allah berfirman, "Dan, mereka itu menyangka bahwa mereka telah berbuat yang sebaik-baiknya"  (Qs.al-Kahfi: 104).
وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا

Cara Mengobatinya

Perilaku ujub esensialnya adalah kesombongan yang dihasilkan di dalam batin seseorang dengan bayangan kesempurnaannya, yang berupa ilmu  dan. amal perbuatan. Bila dirinya takut akan kehilangan keduanya, maka dirinya tidak akan ujub. Bila dirinya senang terhadap keduanya karena hal itu merupakan anugerah dan nikmat Allah, maka yang demikian ini bukanlah ujub, rnelainkan menyukuri anugerah Allah SWT.

Namun sebaliknya, manakala seseorang telah memandangnya sebagai sesuatu sifat yang tidak akan hilang dan tidak mernandang kepada yang memberikan kenikmatan, melainkan memandangnya sebagai sifat dirinya sendiri secara intrinsik, maka inilah yang dinamakan ujub dan akan membawa kebinasaan pada pelakunya. Ketahuilah bahwa Allah--lah yang telah menganugerahkan nikmat kepada seorang hamba, yang menciptakan seorang hamba, dan yang telah menciptakan amal perbuatan seorang harnba. Jadi, tidak ada gunanya melahirkan perasaan ujub bagi seorang pengamal terhadap amal perbuatan yang telah dilakukannya. Tidak ada gunanya seorang 'aalim yang merasa mengetahui karena ilmunya. Tidak ada gunanya seorang yang merasa cantik karena kecantikannya. Tidak ada gunanya orang yang merasa kaya karena kekayaannya. Tidak ada gunanya orang yang merasa berkuasa karena kekuasaannya. Karena sesungguhnya kesemuanya itu berasal dari karunia Allah, dan keberadaannya juga semata karena atas pertolongan Allah. Manusia sebagai `bani Adarn' hanyalah sebatas tempat pelimpahaman nikmat dan tempat bagi kenikmatan orang lain, lain itu tidak.

Sebenarnya suatu amal perbuatan itu dapat terpenuhi, dikarenakan ada kesanggupan pada diri seorang hamba. Manakala ada pertanyaan, dari mana datangnya kesanggupan itu? Maka jawabnya adalah, kesemuanya datangnya dari sisi Allah bersama rahmat-Nya. Sebagaimana peringatan Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A, beliau pernah bersabda, "Sekali-kali amal saleh seorang di antara kalian tidak dapat memasukkannya ke surga." Para sahabat bertanya, "Tidak pula engkau, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Tidak pula aku, kecuali jika Allah melimpahi-ku dengan rahmat dan karunia dari-Nya" (Hr.Bukhari dan Muslim). 

Ketahuilah, bahwa ujub itu muncul dikarenakan berbagai sebab, yang karena sebab-sebab itu pula perilaku takabur dapat muncul. Misalnya saja ujub terhadap keturunannya. Seperti adanya anggapan orang terpandang yang rnendapatkan kemuliaan dan keselamatan karena ayahnya yang juga orang terpandang. Cara rnengobatinya, bahwa dia menyadari tidak seperti ayahnya, dan lebih sejajar dengan orang-orang lain, tentu dia tidak akan dikenal. Jika dia merasa seperti mereka, maka dia tidak akan pernah merasa ujub, dan lebih hebat dari mereka. Bahkan boleh jadi dia akan merasa cemas terhadap keadaan dirinya. Allah telah berfirman, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian, adalah yang paling bertakwa di antara kalian" (Qs Al Hujurat: 13).
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗ

Mengobati penyakit ujub itu lebih sulit ketimbang penyakit ruhani yarig lainnya. Sebab selagi seseorang merasa kagum terhadap pendapatnya sendiri, maka tidak ada gunanya nasehat yang diberikan kepadanya. Sekalipun datangnya dari seorang yang alim. Therapi yang paling cepat dan tepat untuk mengatasi penyakit ujub adalah banyak berkumpul dengan orang-orang yang tafaquh fid-diin, berkumpul dengan orang yang ikhlas, berkumpul dengan orang yang rendah hati, dan berkurnpul dengan orang yang sabar.

Ada juga orang yang mempunyai sifat ujub disebabkan melihat kesalahan yang terjadi pada dirinya sendiri. Tetapi dia menyangka bahwa perbuatannya itu baik, prasangka terhadap perbuatannya yang buruk menjadi baik ini, akan berakibat pada kesesatan yang nyata dalam diri orang tersebut, karena tidak ada 'pembelaan' dari Allah SWT. Sebagaimana difirmankan-Nva, Maka apakah pantas orang yang dijadikan terasa indah perbuatan buruknya, lalu menganggap baik perbuatannya itu? Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka jangan engkau (Muhammad) biarkan dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (Qs Fathir: 8).
اَفَمَنْ زُيِّنَ لَهٗ سُوْۤءُ عَمَلِهٖ فَرَاٰهُ حَسَنًاۗ فَاِنَّ اللّٰهَ يُضِلُّ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرٰتٍۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ ۢبِمَا يَصْنَعُوْنَ

Perumpamaan orang yang tenggelam dalam dosa secara sengaja, namun dia senantiasa mengharapkan syafaat; adalah seperti orang sakit yang tenggelam dalam berbagai macam nafsu. Lalu dia hanya mengandalkan dokter yang menanganinya. Sudah barang tentu hal ini merupakan perbuatan yang amat bodoh. Karena usaha dokter hanya berrnanfaat untuk sebagian penyakit saja, tidak semua penyakit dapat disembuhkannya. Setiap seorang muslim selalu berharap untuk mendapatkan syafaat. Bisa jadi seseorang yang telah diberi syafaat setelah dibakar di dalam neraka. Namun, jika dosanya menguat, maka syafaat baginya pun tidak ada manfaat dan faedahnya. Nabi SAW bersabda, "Sekali - kali janganlah salah seorang di antara kalian dikumpulkan pada Hari Kiamat, sedangkan dia memanggul seekor onta yang melenguh." Lalu ada yang berkata, "Wahai Rasulullah, selamatkan aku!" Nabi SAW menjawab, "Aku tidak berkuasa sedikit pun terhadap dirimu. Aku sudah menyampaikan kepada-mu" (Hr.Bukhari dan Muslim)

Para sahabat Nabi SAW adalah orang-orang yang takut terhadap Hari Akhirat. Lalu bagairnana dengan derajat keberagamaan dan keruhanian kita.

Rendah Hati

  



Islam mengajarkan, bahwa kaum muslim supaya benar-benar mempunyai budi pekerti rendah hati (khuluqut-tawaadlu') dalam kehidupan kesehariannya, dengan tanpa harus hina dan rendah diri (minder) terhadap perilakunya orang lain.

Kaum muslimin harus yakin, apa-apa yang telah diajarkan oleh syari'at mempunvai ketinggian dan kemutlakan kemuliaan, dalam rangka menciptakan kehidupan sosial masyarakat yang indah.

Budi pekerti rendah hati, atau perilaku tawadlu' dalam ajaran Islam dipandang sebagai bagian terpenting dalam menunjang lahirnya akhlak kaum muslimin yang mulia sebagai cerminan akan posisi spiritualnya di sisi Allah ta'ala. Inilah rnotif yang paling kuat di kalangan para sahabat, para tabi'in, para para salafush-shalih, para shiddiquun dan para rabbaniyun di dalam menekuni pendidikan penyucian jiwa (tarbiyatun tazkiyatun-nafs).

Karena adalah suatu realitas, bahwa perilaku rendah hati akan berbuah sangat positif dalam kehidupan keberagamaan keislamannya sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh Al-Qur'an, As-Sunnah, dan An-Nubuwwah. Dan secara implementatif inilah pengamalan yang paling nyata dari ajaran Nabi SAW dalam kehidupan keseharian setiap mukmin-muslim, yang tersosialisasi sebagai pengaruh langsung dari kedalamannya akan ilmu akidah, ilmu syari'ah dan ilmu tashawuf-nya.

Dengan demikian, siapa saja dari kalangan kaum muslimin harus mengamalkan perilaku tawadlu', sebagai bentuk kongkrit dari pelaksanaan ibadah dan pemahaman akidahnya, yang secara indah terejawantahkan ke dalam ketinggian budi pekertinya. Sehingga dalam suatu kesempatan Nabi SAW memotivasi kaum muslimin dengan sabdanya, "Kekayaan tidak akan berkurang karena sedekah. Allah akan menambah kekuatan bagi orang yang bersikap pemaaf. Dan orang yang bersikap rendah hati karena Allah akan ditinggikan derajatnya" (Hr.Muslim).

Sebagai wujud rasa kasih sayang kepada sesama muslim (ruhama' bainal-musliim), dengan ikhlas karena Allah, haruslah mereka diajak untuk mengamalkan dan mempraktekkan perilaku tawadlu'. Dikarenakan puncak (klimaks) pencarian seorang muslim dalam kehidupan dunianya, tak lain adalah posisi ruhaniyah yang diridhai Allah, dan ruhaninya yang ridla akan Rabb-nya. Yang telah diyakininya, bahwa hal ini merupakan bekal yang terbaik dalam rangka perjalanan hidupnya menuju ke negeri akhirat.

Perilaku rendah hati adalah saudaranya dzikrul-mauut (ingat mati). Sedangkan sikap sombong rnerupakan saudaranya ghaflatul-mauut (lupa mati). Inilah dua kecenderungan jiwa umat manusia yang saling berlawanan.

Hanya sedikit dari para harnba Allah yang dapat mengamalkan khuluqut-tawaadlu beserta saudaranya sikap dzikrul-mauut  mereka iriilah yang oleh al-qur'an disebutnya dengan 'ibaadurrahmaan  (para hamba Allah yang tersinari sifat Rahrnan-Nya). Sebaliknya, sangatlah umum darj kalangan rnayoritas masyarakat manusia memelihara, membiarkan dan memiliki khuluqul-kibri besrta saudaranya sikap ghaflatul-mauut.

Budi pekerti tawadlu'  tidak saja disyari'atkan kepada kaum muslimin, akan tetapi, dia juga disyari'atkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, " Dan, rendahkanlah diri-mu terhadap orang-orang yang mengikuti-mu, yaitu orang-orang_yang beriman" (Qs.asy-Syu'ara': 215).
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
Demikian juga terhadap para wali-Nya, Allah me-rnujinya dikarenakan akhlak tawadiu' yang dimilikinya dalarn kehidupannya, "Suatu kaum yang Allah mencintainya, dan mereka pun mencintai-Nya bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang mukmin, dan bersikap keras terhadap orang-orang yang kafir" (Qs.al-Ma'idah: 54).
يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ

Secara khusus Allah telah rnemberitahukan adanya pahala yang agung di .sisi-Nya bagi orang-orang yang mengamalkan perilaku tawadlu' dalam kehidupan kesehariannya, "Akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan" (Qs.al-Qashash: 83).
تِلْكَ الدَّارُ الْاٰخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لَا يُرِيْدُوْنَ 
Dikarenakan urgen-nya (penting) dalam rangka mengimplernentasikan akidah Islam dalam praktek kehidupan keseharian kaum muslim-mukmin, Nabi SAW memerintahkan supaya mengamalkan perilaku yang mulia lagi agung tersebut dalam hidupnya, "Sesungguhlya Allah telah mewahyukan kepada-ku supaya kamu merendahkan diri, sehingga seseorang tidak akan menyombongkan dirinya kepada yang lain, dan seseorang tidak akan berbuat aniaya kepada yang lainnya" (Hr Muslim)

Di sarnping juga beliau mengimbau kepada kaum rnuslimin agar benar-benar mau bersikap rendah hati dalarn setiap aspek kehidupannya. "Allah tidak mengutus seorang nabi, kecuali dia bekeija sebagai penggembala kambing"  Para sahabat bertanya kepadanya, "Bagimana engkau, wahai Rasulullah?"  Nabi rnenjawab, "Aku menggembala kambing di padang rumput kepunyaan penduduk Makkah" (Hr Bukhari).

Dengan tegas pula Nabi SAW menyuruh kaum muslirnin supaya menjauhi perilaku. sornbong, "Tidaklah aku kabarkan kepada-mu tentang ahli neraka. Mereka adalah orang-orang yang bersikap kejam, rakus, dan meryombongkan dirinya"  (Muttafaqun 'alaih)

Nabi kita juga memberitahukan, bahwa kelak pada hari kiarnat ada tiga rnacam rnanusia yang tidak ditegur sapa oleh Allah. Dikarenakan, di antaranya mereka itu telah rnenyornbongkan dirinya. "Ada tiga macam manusia yan(g pada hari kiamat Allah berfirman  tidak akan bicara kepadanya, tidak akan disucikan-Nya, tidak akan dilihat-Nya dan baginya disediakan siksa yang pedih; yaitu orang tua yang berzina, raja yang pendusta, dan orang miskin yang menyombongkan dirinya" (Hr muslim).

Tanda Perilaku Tawadlu'

Untuk mengetahui kehadiran perilaku tawadlu' terdapat beberapa tanda, dari budi pekerti tersebut, di antaranya:

1. Tidak adanya keinginan untuk melebihi orang lain, dengan tujuan untuk menyombongkan dirinya.

2. Dia akan berdiri dari tempat duduknya ketika kedatangan orang yang atau terhormat karena akhlaknya, untuk mempersilahkan duduk di tempatnya. Menyondorkan sandal atau sepatunya seseorang yang bangkit dari tempat duduknya. Mengiringkannya dari belakang, bila bersama-sama keluar dari majelis.

3. Akan berdiri dengan sikap hormat, menghargai, wajah berseri, sekedar akan menanyakan keperluannya, dan berusaha membantu apa-apa yang menjadi keperluannya, bila seorang itu adalah tergolong orang kebanyakan.

4. Bila berkunjung atau bersilaturrahim kepada saudaranya yang fakir-miskin, seperti anak-anak yatim, dan tidak berstatus sosial; usahakan membawa barang-barang yang diperlukannya, atau berusaha sekuat tenaga untuk mencukupi keperluannya.

5. Memenuhi ajakan saudaranya yang miskin, yang sakit atau yang cacat tubuh, khususnya sesama muslim, untuk duduk bersama atau mungkin berjalan bersama.

6. Jika makan dan minurn ticlaklah berlebih-lebihan (israf), dernikian juga dalam hal berpakaian, dia memilih harga, corak, dan model yang sesederhana mungkin.

Beberapa Keteladanan Supaya terjadi proses imitasi yang positif, perlu kiranya kita mengetahui dan belajar dari sejarah orang-orang terdahulu yang mengandung nilai 5brah. Mereka di-antaranya: Adalah Umar bin `Abdul `Aziz RA, suatu m.alam kedatangan seorang tamu, tatkala beliau sedang menulis. 

Buruknya Perbuatan Bakhil

  


Dalam ajaran Islam mengajarkan kepada kaum muslimin supaya menjauhi bakhil, karena perbuatan bakhil sangat di larang Nabi Muhammad SAW karena bakhil tnerupakan akhlak yang buruk. Sebagaimana hal itu telah disifati oleh beliau dengan sabdanya, “Tidak akan berkumpul sifat kikir dan keimanan dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (HR. An-Nasa’i no. 3110)
وَلاَ يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالإِيمَانُ فِي قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا

Bakhil adalah perbuatan seseorang yang menahan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain, padahal sesuatu Itu diberikan Allah SWT kepadanya untuk diberikan kepada orang lain sesuai dengan hak dan kewajiban sesuatu itu yang datangnya dari-Nya. Akan tetapi, kikir jauh lebih rusak lagi, di mana seseorang yang tidak mau memberikan sesuatu itu sesuai dengan hak dan kewajibannya, iustru mempunvai keinginan untuk memiLiki sesuatu vang terdapat pada orang lain, agar menjadi miliknya semua.

Bakhil dan kikir, keduanya merupakan penyakit hati yang sangat membahayakan kehidupan keberagamaan seorang mukmin. Seorang manusia yang di dalam hatinya terdapat penyakit bakhil atau kikir, akan membahayakan kehidupan manusia lainnya. Sehingga seorang Salman al-Farisi salah satu dari sahabat Nabi SAW berkomentar, "Manakala seorang dermawan telah meninggal dunia, maka malaikat penjaga bumi akan berkata, Rabb, lepaskanlah urusan dunia dari hamba Mu karena kedermawanannya" Akan tetapi sebaliknya, manakala seorang bakhil telah meninggal dunia, maka malaikat penjaga bumi berkata, "Ya Rabb, halangilah orang ini dari surga, sebagaimana hamba Mu ini telah menghalangi apa yang ada ditangannya dari keduniaan."

Secara psiko-spritual Nabi SAW mengajarkan doa, agar kaum muslimin mempunyai motif yang kuat untuk melawan dan menghindar dari perilaku bakhil dan kikir tersebut. Seperti yang telah diriwavatkan Bukhari dan Muslim, Nabi SAW berdoa, "Ya Allah, aku berlindung kepada Mu dari lemah hati dan perilaku bakhil."
/
Ukuran Bakhil

Secara difinisi, bakhil adalah perbuatan hati dari menahan sesuatu yang bersifat wajib. Orang bakhil adalah seseorang yang menahan apa yang mestinya dia tidak boleh menahannya, entah atas dasar ketentuan syara', atau entah atas dasar kelaziman dari perilaku jujur. Dengan demikian, apabila seseorang telah melaksanakan sesuatu yang wajib menurut syara', dan hal-hal yang lazirn secara jujur yang disertai dengan keikhlasan dalam mengeluarkannya, maka orang ini tidak dapat disebut bakhil. Barangsiapa yang melaksanakan ketentuan syara' dan kelaziman dari perilaku jujur, berarti dia telah terlepas dari sifat bakhil. Akan tetapi dia belumlah memiliki sifat kedermawanan,
Suatu contoh, bila ada seseorang yang rnengeluarkan zakat, namun dengan penuh tanggungjawab juga memberikan nafkah kepada keluarganya; perbuatan orang ini adalah wajib berdasarkan syara'. Sedangkan yang bersifat lazim, seseorang itu di dalam mengeluarkan harta bendanya tidak owel, karena dia tidak mau dihinakan oleh kekayaannya. Perbuatan orang ini telah membebaskannya dari sifat bakhil, tetapi belum dapat disebut sebagai orang yang dermawan. Bila menginginkan jenjang spiritual yang lebih yaitu sebagai seorang yang dermawan, maka dia secara rela dan senang dengan merahasiakan segala apa yang telah ciikeluarkan dari harta kekayaannya dalam jumlah yang banyak, semata untuk mencari ridla Allah SWT.

Jadi, dapatlah dipahami bahwa sesuatu yang dipandang buruk pada diri orang yang kaya belum tentu dipandang buruk pada diri orang yang miskin. Sebaliknva, apa yang dipandang buruk pada diri seseorang karena menyusahkan keluarga, kerabat, dan tetangganya dalam urusan makanan, belum tentu dianggap buruk pada diri orang tersebut.

Yang paling parah adalah, bila seseorang itu telah bakhil terhadap dirinya sendiri, sekalipun dia membutuhkannya. Dalam realitas kehidupan sosial masyarakat kita, berapa banyak orang bakhil yang tidak mau membelanjakan hartanya; meski dia dalam keadaan sakit yang parah. Di kehidupannya seorang yang bakhil cenderung mengabaikan kepentingan dirinya sendiri di dalam memehuhi kebutuhan-kebutuhannya. Orang seperti ini mernpunyaj kecederungan yang sangat terhadap pemenuhan hawa nafsunya. Padahal hal ini telah di wasiatkan Nabi SAW, "Wahai Ali ! Barangsiapa menentang hawa nafsunya, maka surgalah tempatnya kembali. Dan barangsiapa menuruti hawa nafsunya, maka neraka Jahanam-lah tempatnya kernbali." (Sayvid Abdul Wahhab Sya'rani).

Cara Mengobati Bakhil

Perilaku bakhil diakibatkan oleh cintanya pada harta benda yang berlebihan. Sehingga memandang sebelah mata terhadap selain harta benda yang dirnaksudkannya. Manakala seseorang itu telah mengidap penyakit bakhil, maka dalam kehidupan kesehariannya tidak mempunyai kecenderungan rasa keberagamaan yang kentat. Sebaliknya, totalitas kehidupannya didasarkan pada untung dan rugi saja. Artinya, seorang yang bakhil di dalam melakukan aktifitas hidupnya dengan menjadikan `untung dan rugi sebagai parameter yang diyakininya akan membawa keberuntungannya, kesejahteraannya, keberhasilannya, dan kebahagiaannya.

Jadi, apabila sesuatu itu menurutnya dapat membawa keberuntungannya, maka apa pun cara pasti akan dilakukannya. Narnun, bila sesuatu itu dipandang merugikannya, maka dia akan mernbiarkannya begitu saja. Orang seperti ini tidak lagi mempercayai, apalagi mengimani sesuatu yang ghaib yang berada di sisi Allah SWT. Orang seperti ini tidak lagi percaya dengan ajaran kesabaran, ketawakalan, dan syukur. Bahkan pada kulminasinya orang scperti ini tidak lagi percaya pada konsep pahala, adanya surga dan neraka, dan terjadinya siksa kubur. "Orang seperti itu seandainya disuruh memilih untuk mendapatkan telur hari ini dan mendapatkan ayam satu minggu lagi .Niscaya dia akan memilih untuk mendapatkan telur hari ini karena sudah dapat dilihat barangnya, dan menurutnya itu adalah sebuah kepastian. Inilah orang yang tidak pernah paham dan mau memahami ayat Allah, 'Dan orang-orang yang mengimani terhadap yang ghaib'." (wal-lazdiina yu'minuuna bil-ghaib)

Seseorang mencintai harta kekayaaan itu lebih dikarenakan oleh:
Pertama, menuruti hawa nafsunya; dan
Kedua, cintanya kepada harta benda.

Secara substansi mengobati penyakit hati senantiasa harus dilawan dengan kebalikannya. Suatu misal, mengobati penyakit cinta kepada nafsu harus dilawan dengan perilaku qana'ah dan perilaku sabar. Mengobati seseorang yang mempunyai angan-angan yang muluk-muluk dengan banyak melakukan dzikrul-maut. Mengobati orang yang mempunyai perangai takabur mesti dilawan dengan perilaku ikhlas dan perilaku tawadlu'. Begitu pula dengan penyakit bakhil, dia hanya dapat dilawan dengan perilaku dermawan. Hingga suatu ketika Nabi SAW pernah berwasiat kepada Ali bin Abi Thalib RA, "Wahai Ali! Seorang yang pemurah itu dekat dengan Allah, dekat dengan rahmatullah, dan jauh dari siksa Allah. Dan sebaliknya, seorang yang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari rahmatullah, dan dekat dengan siksa Allah" (Sayyid Abdul Wahhab Sya'rani).

Perilaku dermawan hanya dapat dilakukan, bila dalam kehidupannya telah mampu mendahulukan kepentingan orang lain. Dia rela memberikan hartanya kepada orang lain, padahal dia sendiri juga membutuhkannya. Dia tidak pernah mengukur dirinya dengan sebuah parameter yang namanya "harga diri", karena seorang yang dermawan hanya mencari nilai di sisi Allah SWT bukan populeritas atau sanjungan orang lain. Sebagairnana telah diwasiatkan Nabi SAW kepada Ali bin Abi Thalib RA, "Wahai Ali! Sayanglah kepada saudaramu, seperti kamu menyayangi dirimu sendiri" (Sayyid Abdul Wahhab Sya'rani).

Ada sebuah teladan yang dapat dijadikan contoh buat kita. Adalah saudara kita, Abu Kautsar, dia seorang direktur dari sebuah perusahan yang cukup bergengsi. Namun dia rela dan ikhlas harus angkat jinjing sayuran dan ikan, bahkan keluar masuk di pasar-pasar tradisional pada malam hari setelah pulang kantor, demi untuk membantu istrinya dalam usaha catering, padahal di dalam usaha cateringnya sama sekali tidak mencari profit. Dikarenakan usaha cateringnya itu untuk mendidik anak-anak santri, yang hasilnya digunakan untuk membantu sebuah panti asuhan, sebuah pesantren, dan pengembangan. dakwah Islam guna menghadapi upaya pe-murtad-an yang dilakukan kaum Nasrani terhadap `orang-orang miskin' yang tinggal di kampung sebelahnya.

Bagi keluarga Abu Kautsar uang itu dapat dicari, akan tetapi persaudaraan dan mempersaudarakan sesama muslim dalam kekuatan akidah islamiah merupakan cita-cita yang hendak diwujudkannya di sisa umurnya. Sehingga praktis kehidupan keluarganya diarahkan untuk kepentingan dakwah Islam, termasuk usaha cateringnya pun schagai sarana dakwah melalui makanan.

Sedemikian pentingnya perilaku dermawan, sampai-sampai Nabi Muhammad SAW rnewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib RA supaya tidak lupa dengan berderma untuk ahlinya yang telah meninggal dunia, sebagaimana telah diriwayatkan Sayyid Abdul Wahhab Sya'rani RA dalam bukunya al-Bayaanul Mushaffa fii Washiyyatil Musthafaa,, Nabi SAW bersabda, "Wahai Ali! Bersedekahlah untuk oraq-orang mati-mu, sebab Allah telah menyuruh malaikat supaya membawa sedekah orang-orang yang hidup untuk orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka (para ahli kubur) sangat gembira sebagaimana mereka bergembira ketika di dunia. Lalu mengatakannya, 'Ya Allah ampunilah orang-orang yang, menerangi kubur kami, dan berilah mereka kabar gembira dengan surga; sebagaimana kami diberi kabar gembira dengan surga'."

Dani kenyataan-kenyataan di atas, maka Imam Ibnu Qudamah berpesan kepada kita dengan mengatakan, "Iika banyak hal yang dicintai di dunia, maka banyak pula musibah yang dirasakannya, dikarenakan dia tidak mendapatkannya. Barang siapa yang mengetahui bencananya harta kekayaan, sudah barang tentu tidak akan mau bersanding dengannya. Barangsiapa yang mengambil sekadarnya untuk memenuhi kebutuhannya dan menyimpan juga sekadar untuk memenuhi kebutuhannya, maka dia bukanlah orang yang bakhil."

"Budi pekerti yang baik merupakan anugerah Allah SWT yang di letakkan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya." Kita hanya dapat berdo'a, "Ya Allah, dan segala apa yang telah Engkau jauhkan dari kami segala apa yang kami cintai. Jadikanlah (anugerah itu) sebagai kesempatan buat kami untuk mengerjakan segala apa yang Engkau cintai."

Sifat Iri


  

Dinul Islam sangat melarang kepada kaum muslimin terhadap sifat iri (al-haqad). Seorang muslim yang mukrnin sudah seharusnya untuk menjauhi sekaligus meninggalkan sifat iri. Oleh karenanya, dalam kehidupan seorang mukmin harus benar-benar waspada dan berhati-hati dengannya. Di dalam surat an-nisaa' ayat ke-32, secara operasional Allah melarang kepada seorang mukmin agar tidak mempunyai sifat iri. "Dan janganlah kalian iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian jang lain."
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ

Telah difirmankan Allah SWT, "Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap pemberian-Nya kepada kalian, maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan" (Qs. al-Maa'idah: 48)
وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ
Maraknya sifat iri di antara manusia, lebih dikarenakan banyaknya sebab yang menimbulkan sifat tercela tersebut. Kenyataan ini banyak terjadi di antara sesama teman, sejawat, saudara atau saudara sepupu. Mereka saling iri karena adanya persaingan dengan orang lain untuk mendapatkan satu maksud yang sama-sama diinginkannya, sehingga diantaranya timbul rasa saling membenci.

Oleh karena, dapat dilihat dalam kehidupan keseharian seorang anak manusia, orang yang berilmu (al-aalim) lebih banyak memiliki iri kepada sesama orang yang berilmu, ketimbang orang yang ahli ibadah. Seorang yang ahli ibadah (al-aabid) akan lebih banyak bersifat iri kepada orang yang ahli ibadah, ketimbang seorang ahli ilmu. Seorang pedagang akan mempunyai iri terhadap pedagang lainnya, ketimbang iri kepada seorang politisi. Seorang politisi lebih cenderung iri terhadap sesama politisi, ketimbang iri kepada seorang petani. Hal ini perkecualian, bila ada sebab-sebab tertentu. Dikarenakan tujuan setiap orang tentu berbeda dengan tujuan orang lain. Munculnya sifat iri dikarenakan terjadinya persaingan dan ambisi untuk mendapatkan tujuan yang sama, dari beberapa orang yang menginginkannya. Tujuan yang sama tidak akan mempersatukan dua orang yang memperebutkan satu tujuan itu, karena sifat irinya.

Akan tetapi. sudah menjadi ketetapan Allah, bila umat manusia itu memang tidak akan memiliki tujuan yang sama dalam kehidupannya, terlepas adanya sifat iri atau tidak.

Pokok Iri Itu Cinta Dunia

Sifat iri itu merupakan sifat bawaan setiap manusia, akan tetapi ada manusia yang mampu membirnbingnya dengan jalan dinul Islam. Namun masih banyak umat manusia yang lalai dengan penyakit hati yang tercela tersebut. Sehingga tidak pernah disadarinya, bahwa sebenarnya sebagai seorang manusia, dirinya —dalam hal ini hatinya— telah bercokol penyakit yang sangat membahayakan kehidupan dirinya dan orang lain.

Pokok dari persoalan ini adalah adanya cinta dunia (hubbud-dunya). Perilaku cinta dunia akan membuat sesak napas bagi pelakunya. Karena dia akan. merasa tersaingi dan selalu curiga terhadap siapa saja yang hendak menyamainya. Apakah itu masalah harta benda, jabatan, kedudukan, kekuasaan, wanita, kehormatan, maupun uang. Sehingga orang-orang yang berperilaku demikian., semakin hari merasa semakin sempit bumi yang dipijaknya.

Berbeda dengan seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya (saalik). Dalam hidupnya tidak pernah merasa tersaingi dengan siapa pun. Sebaliknya, akan merasa senang bila ada seseorang yang telah mampu meningkatkan pengetahuannya akan Allah (ma'rifatu-llaah) terhadap agama Islam (ma'rifatud-diinil islaarn), dan cintanya kepada Nabi SAW (ma'rifatun-nabii).

Karena itu sesama 'ulamaa'ul-aamil tidak akan pernah terjadi saling iri. Sebab tujuan para ulama' tersebut hanya untuk ber-ma'rifah, dengan harapan akan mendapat kedudukan yang mardliah di sisi Allah. Untuk mencapai jenjang spiritual seperti itu, sesama salik tidak akan saling iri itu merupakan akhlak dan sekaligus sifat tercela yang dilarang Allah. Sehingga yang dilakukan para ularna', tidak lain adalah saling melakukan pengendalian diri dan percaya diri terhadap pencapaian ilmunya. Cuma saja, bila itu 'ulamaa' usy-syuu memperebutkan harta benda, kedudukan, kehormatan, bahkan seorang wanita; maka sifat iri akan muncul pula dalam kalbunya.

Harta dan ilmu sangatlah berbeda. Harta tidak akan terpegang di tangan selagi belum pindah dari tangan orang Karena hakikat harta cuma berpindah tangan dari satu orang kepada orang lainnya, demikian seterusnya. Sedangkan ilmu pengetahuan selalu berada pada kalbu dan pikiran seseorang yang mengajarkan ilmunya. Seorang 'ulama' ul-aamil akan merasa nikmat dan senang manakala dapat menularkan ilmunya kepada orang lain, karena sesungguhnya ilmunya Allah tidak akan habis dengan diajarkannya, sebaliknya malah akan bertambah dan bermanfaat.

Jadi, munculnya sifat iri itu lebih karena disebabkan, adanya orang lain yang menyainginya untuk suatu tujuan yang dapat mempersempit kesempatannya mendapatkan tujuan itu secara menyeluruh.

Bila seorang muslim itu menyayangi dirinya, sudah barang tentu dia akan mencari kenikmatan dan kesenangan yang bersifat kekal dan tidak ada pesaingnya. Realitas tersebut tidak akan ditemukan di dalam dunia, melainkan hanya dengan rnengetahui kebesaran dan kekuasan Allah dengan segala keajaiban - keajaiban-Nya. Dan perasaan ini pun tidak mudah untuk mendapatkannya. "Jika kalian merindukan pengetahuan tentang Allah, namun kalian belum mendapatkannya lalu hasrat kalian melemah, maka kalian bukanlah orang yang jantan. Kalian tak jauh berbeda dengan orang lain pada umumnya. Sebab kerinduan itu akan muncul setelah merasakan. Barangsiapa yang belum merasakan, tentu tidak akan mengetahuinya. Dan barangsiapa yang belum mengetahui tidak akan rindu. Barangsiapa yang tidak rindu tidak akan mencarinya. Maka, barangsiapa yang tidak mencarinya, tentu tidak akan mendapatkannya. Dan barangsiapa yang tidak mendapatkannya, maka dirinya akan tetap bersama orang-orang yang terhalang."

Sifat iri adalah salah satu dari penyakit hati yang sangat parah. Penyakit-penyakit hati, insya Allah hanya dapat disembuhkan dengan ilmu dan amal yang diimplemantasikan kedalam perilaku sabar, tawakal, dan syukur.

Dinul Islam mengajarkan, orang yang iri akan merusak diri dalam hidupnya sendiri, Bahkan aktivitas ibadahnya pun akan terganggu, malah tidak sedikit yang berujung dengan stres dan depresi. Bagi orang yang di iri tidak akan mendapatkan bahaya apa pun dalam kehidupan dunianya dan agamanya, bahkan orang yang di iri dapat mengambil manfaat dari irinya orang lain dalam urusan dunia dan agama. Disebabkan kenikmatan yang telah ditetapkan Allah atas diri seseorang akan berada padanya selama ketentuan waktu-Nya. Sementara tidak ada yang berbahaya atas orang yang di iri dalam urusan akhirat, karena orang tersebut sama sekali tidak berdosa karena di iri dan bahkan memperoleh manfaat, disebabkan orang yang di iri itu adalah orang yang telah didlalimi; terlebih manakala iri itu terwujud dalam perkataan dan perbuatan.

Dari uraian al-faqir ini dapatlah dimengerti, bila diri ini sebenarnya merupakan musuh terbesar dari nafsu syahwat kita. Sedangkan nafsu syahwat ini merupakan teman bagi musuh kita yang sebenarnva, yakni setan dan iblis. "Perumpamaan diri seperti orang yang melemparkan batu kepada musuhnya dengan maksud untuk membunuhnya, tetapi meleset. Bahkan batu itu mental dan mengenai mata kanannya. Kalian semakin marah, dan bertambah marah. Lalu, kalian kembali memungut batu dan melemparkannya lebih keras ke arah musuh. Namun seperti Iemparan yang pertama, batu itu mental dan mengenai mata kalian, akhirnya kedua mata kalian menjadi buta. Kalian pun semakin bertambah marah, kemudian melempar batu untuk ketiga kalimya. Sebagaimana lemparan lemparan sebelumnya, lemparan kali ini pun gagal dan mental mengenai kepala kalian , menjadi luka. Sementara musuh kalian tidak kurang suatu apa, bahkan mentertawakan perbuatan kalian. "

Dengan dernikian, therapi yang harus di lakukan adalah: (1) Sekuat tenaga rnenjauhi, rnaksiat dan mewaspadai sifat iri. (2) Membiasakan diri dengan perilaku sabar, tawakal, syukur, dan tawadlu' (3) Melatih diri untuk selalu berperilaku kasih-sayang terhadap sesama; (4) Menyadari bila kalbu itu perlu birnbingan, dan bimbingan terbaik yakni kembali ke jalan dinul Islarn, dan (5) Sadar bahwa setan dan iblis selalu menghendaki manusia bermaksiat kepada Allah. Oleh karena, jika kita menyadari sebagai seorang mukmin yang muslim, sudah barang tentu akan menghindari sifat iri tersebut. Karena azab Allah itu tak tertandingi pedihnya.

Nabi SAW bersabda, “Perumpamaan antara dunia dengan akhirat ibarat seorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke dalam lautan, maka hendaklah ia melihat apa yang menempel padanya. Lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuknya”. (HR. Ahmad)
مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا كَمِثْلِ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَا يَرْجِعُ وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ
Abu Musa meriwayatkan, bahwa Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa mencintai dunianya, akan menimbulkan mudlarat terhadap akhiratnya. Dan barangsiapa mencintai akhiratnya, akan menimbulkan mudlarat terhadap dunianya. Maka, hendaklah kalian lebih mementingkan yang kekal dari pada yang fana" (Hr.Ahmad, Hakim; Ibnu Hibban, dan Baghawi).

Tawakkal

  


"Hanya kepada Allah kalian bertawakkal, jika benar-benar kalian orang-orang yang beriman" (Qs.al-Maa'idah: 23).
وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
...Hanya kepada Allah orang-orang yang beriman bertawakkal" (Qs. At-Taghaabun: 13)
وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ
Dustur ilahiah ini memberikan diskripsi spiritual kepada kaum mukmin, bahwa akhlak tawakal (budi pekerti berserah diri) tidak sekadar kewajiban moral, akan tetapi juga merupakan kewajiban dalam diinul-islaam yang berdimensikan aqiidatul-islamiyyah. Oleh karena itu, tawakkal `alallah merupakan kemutlakkan (absolutly) dari akidah kaum yang beriman. Tawakalnya kaum muslim kepada Allah, berbeda dengan apa yang dipahami mereka yang tidak mengerti dinul Islam, yang seringkali menyerang dan memusuhi akidah Islam. Di mana mereka beranggapan, bahwa tawakal hanya diucapkan di lisan tanpa diimani yang kemudian untuk dipraktekkan dalam kehidupan keseharian. Mereka dianggapnya sudah merasa puas dan rela dengan kehinaan, kerendahan, penderitaan, ketakberdayaan dengan mengatasnamakan tawakal kepada Allah. Seolah-olah, begitu saja `menyerah' atas takdir yang berlaku terhadap dirinya.

Sedangkan dinul Islam, yang lalu dipahami oleh kaum muslirnin, bahwa tawakal adalah salah satu bagian terpenting dari dimensi keimanan dan akidahnya, yaitu terealisasinya ketaatan, kepatuhan, dan ketundukkan kepada Allah ta'ala dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Hal ini berarti kaum muslirnin tidak menginginkan atau berkehendak, bahwa suatu hal yang dilakukannya tanpa menempuh jalan yang benar dan tidak mengharapkan suatu keberhasilan tanpa melalui suatu proses yang mesti dijalaninya. Akan tetapi mengenai hasil usaha yang ditempuhnya dan keberhasilan segala jerih payahnya diserahkan kepada Allah semata, karena Dia-lah yang berkuasa untuk membuat seseorang berhasil atau gagal dalarn usahanya. Seperti diimbaukan Nabi SAW, "Jika seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, maka pasti kalian akan diberi rezeki seperti halnya burung. Dia pergi dengan perut kosong dan pulang dengan perut kenyang. "(Hr.Tirmidzi, hadis hasan)
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُوا خِمَاصاً وَتَرُوْحُ بِطَاناً

Relevan dengan teks hadis di atas, Allah menguatkannya dengan firman-Nya, "... Cukuplah Allah menjadi penolong dan pelindung kami. " (Qs Ali Imran : 173)
Oleh karena itu Nabi SAW mengajarkan kepada kaum mukmin setiap kali keluar rumah, suatu misal untuk bekerja, belajar, berdagang, bertani, pokoknya segenap aktivitas yang positif hendaknya berdo'a, " Dengan menyebut asma Allah, aku bertawakal kepada Allah, tiada daya upaya dan kekuatan; kecuali atas pertolongan Allah.
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ

Dalam ajaran islam tawakal rnerupakan do'a yang rnengandung pengharapan dan arnal perbuatan (rajaa' wal 'amaliyyah) yang dibarengi dengan ketentraman hati dan ketenangan jiwa (galbun salim wa sakinatun-nafsi). Dengan didasarkan pada keyakinannya, bahwa segala apa yang dihajatkannya akan di-magbul-kan oleh Allah ta'alaa. Dikarenakan segala apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, pun demikian sebaliknya, segala apa yang tidak dikehendaki oleh-Nya pasti tidak akan terjadi. Dan dalarn konsep ajaran islam, cara berpikir yang rnelahirkan perilaku tawakal ini sudah. dapat dikategorikan ke dalam amalush-shaalih.

Dinul Islam mengajarkan adanya hukutn Allah yang berlaku di alam universum ini, dan kaum muslimin wajib mempercayainya. Dari aspek kepercayaan dan keyakinan itulah, seorang mukmin harus melakukan aktivitas dan kreativitas dalarn sebuah dinamisasi kehidupan di alarn dunia sebagai seorang 'mandataris Allah' (khaliifatu-Ilaah), dan sudah barang tentu kesemuanya harus dijalankan secara sungguh-sungguh, konsisten, penuh komitmen, dan adanya dedikasi yang tinggi. Tidak dapat dilakukan hanya sekadarnya atau sambil lalu. Karena suatu usaha yang hanya main-main tidak akan pernah membawa hasil yang memuaskan. Sementara usaha yang sungguh-sungguh sajalah yang akan membawa hasil yang sangat memuaskan. Sopo temen tinemu. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh akan menemukan kesuksesan. Man jadda wa jad.

Sebagai seorang mukmin, harus yakin seyakin-yakin-nya bahwa sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Maka banyak orang yang bekerja keras, sampai-sampai tidak mengerti waktu, tidak merawat diri, bahkan ada yang sampai berani meninggalkan shalat lima waktu, tetapi nyatanya tidak menikmati hasil kerjanya. Alias tidak ada keberkahan di dalam usahanya. Dan banyak pula orang yang menanam tapi tidak memetik hasilnya. Oleh karena, dinul Islam memberikan garis tegas dalam membahagiakan pemeluknya dengan mengajarkan, bahwa menggantungkan nasib kepada sebab saja, dan menganggap sebagai satu-satunya yang mengakibatkan tercapainya suatu keberhasilannya, adalah kufur dan syirik.

Demikian pula sebaliknya, meninggalkan sebab dan mengabaikan amal adalah fasik dan durhaka. Karenanya kedua-duanya dilarang dan haram hukumnya.

Dalam pandangan Islam, usaha itu didasarkan pada falsafah yang bersumber dari ruh keislaman dan ajaran Rasulullah SAW. Di mana Nabi Muhammad SAW dalam berbagai peperangannya selalu melakukan perhitungan dan persiapan secara matang tidak ingin konyol. Maka sebelumnya beliau telah mernilih satu strategi perang, baik mengenai tempat maupun waktunya. Misalnya, Nabi SAW tak pernah melakukan serangan pada saat-saat terik matahari, tapi ditunggu sampai udara menjadi sejuk pada sore harinya. Apabila segala sarana pendukung sudah dipersiapkan, baru Nabi SAW mengangkat kedua tangannya memohon kepada Allah dengan berdoa terlebih dahulu, "Ya Allah yang menurunkan kitab, yang menggerakkan alam, dan yang mengalahkan musuh, kiranya Engkau berkenan mengalahkannya dan tolonglah kami untuk mengalahkannya." (Muttafaqun 'alaih).

Dengan demikian, Rasulullah SAW memberi petunjuk kepada kita bagaimana cara memadukan antara sebab memadukan hal-hal vang dlahir dengan yang batin; lalu hasil akhirnya diserahkan kepada Allah. Dikarenakan manusia hanya memiliki kewajiban usaha sedangkan taufiknva itu Allah SWT.

Sedangkan 'ibrah yang lain, masih sekitar uswah, Nabi SAW di mana beliau sedang menunggu perintah Allah untuk hijrah ke Madinah. Setelah kebanyakan dari para sahabatnya lebih dahulu hijrah. Lalu datanglah ijin dari Allah untuk hijrah. Maka Rasulullah SAW membuat rencana untuk melaksanakan perintah hijrah Allah tersebut sebagai berikut:

a). Mengajak Abu Bakar sebagai pendampingnya.

b). Menyiapkan logistiknya, dalam hal ini Asma' binti Abu Bakar yang menyediakannya.

c). Menyiapkan unta yang istimewa sebagai kendaraan, karena perjalanannya yang jauh dan berat.

d).Memanggil seorang penunjuk jalan yang sudah mengenal betul akan rute Makkah-Madinah yang penuh rintangan itu.

e). Meminta Ali untuk tidur di tempat tidurnya ketika beliau hendak keluar dari rumah yang sudah terkepung musuh, sebagai strategi penyamaran terhadap para musuhnya, yang sedang menunggu di luar untuk membunuhnya.

f). Tatkala kaum musyrikin mengejar Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya Abu Bakar yang telah lari meninggalkannya, maka Nabi pun berlindung dan masuk ke dalam gua Tsuur, agar terhindar dari mata-mata musuh yang terus mencarinya.

g) . Tatkala Abu Bakar berkata kepada Nabi SAW, "Jika seandainya salah seorang dari mereka melihat ke bawah tentu dia akan melihat kita, ya Rasulallah?" Nabi SAW berkata kepada Abu Bakar, "Bagaimana dugaanmu, wahai Abu Bakar, terhadap dua orang di mana yang ketiganya adalah Allah?"

Dari uswah Nabi SAW tersebut tampak dengan jelas, esensial ke-iman-an dan ke-tawakkal-an diaplikasikan ke dalam dalam sebuah implementasi yang bersamaan. Dapatlah diambil suatu pelajaran, bila Nabi SAW tidak mengingkari daya upaya, tetapi juga tidak bergantung begitu saja kepada-Nya.

Nabi SAW setelah berusaha secara maksimal untuk mencari keselamatan, hingga akhirnya berlindung di dalam gua vang gelap, suatu tempat yang biasa dihuni oleh kalajengking dan ular. Kemudian beliau berkata dengan penuh keyakinan dan tawakal kepada sahabatnya, Abu Bakar, ketika dia dicekam perasaan takut dan penuh kekhawatiran, "Jangan bersedih, karena Allah bersama kita. Bagaimana dugaan-mu wahai Abu Bakar, dengan dua orang sedangkan yang ketiganya Allah?"

Aqiidatul-islamilyah mengajarkan bahwa akhir dari segala daya upaya bagi orang mukmin adalah berserah diri (islam) dan menyerahkan urusannya kepada Allah dengan penuh kepercayaan dan ketenangan (istislam). Demikianlah pandangan kaum muslimin terhadap peran usaha manusia, di mana semuanya harus tetap berpedoman. kepada kitab suci al-Qur'anul Karim dan al-Hadis Syariif Rasulullah SAW, tidak dikurangi dan tidak pula ditambahinya.

Budi Pekerti Sabar

 


  "Wahai orang-orang yang berirnan; bersabarlah kalian, kuatkanlah kesabaran kalian, tetaptah bersiap-siaga (dengan kesabaran kalian), dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian menjadi kaum yang berunturig" (Qs.Ali Imran: 200).
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ࣖ

Inilah makna ilahiah tentang kesabaran yang diserukan kepada kaum yang rnengirnani-Nya. Dikarenakan kesabaran rnerupakan prinsip perjuangan untuk menegakkan dinullaah di rnuka bumi ini. Berjuang di jalan Allah di dalarn kehidupan ini tidaklah mudah dan ringan, tantangan dan hambatan, ujian dan cobaan datangnya silih berganti, seolah tak pemah bosan untuk menghampiri dari setiap aktivitas keseharian kita. Tetapi, ya itulah yang namanya kehidupan. Sementara Allah ta'ala tetap memberikan bekal kepada kaum mukmin supaya, "Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kalian. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal - hal yang diwajibkan Allah." (Qs Lukman : 17)
وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ

"Wahai orang-orang yang berirnan; bersabarlah kalian, kuatkanlah kesabaran kalian, tetaptah bersiap-siaga (dengan kesabaran kalian), dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian menjadi kaum yang berunturig" (Qs.Ali Imran: 200).
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ࣖ

Inilah makna ilahiah tentang kesabaran yang diserukan kepada kaum yang rnengirnani-Nya. Dikarenakan kesabaran rnerupakan prinsip perjuangan untuk menegakkan dinullaah di rnuka bumi ini. Berjuang di jalan Allah di dalarn kehidupan ini tidaklah mudah dan ringan, tantangan dan hambatan, ujian dan cobaan datangnya silih berganti, seolah tak pemah bosan untuk menghampiri dari setiap aktivitas keseharian kita. Tetapi, ya itulah yang namanya kehidupan. Sementara Allah ta'ala tetap memberikan bekal kepada kaum mukmin supaya, "Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kalian. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal - hal yang diwajibkan Allah." (Qs Lukman : 17)
وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ



Disebabkan sabar itu memang merupakan jalan keluar yang terbaik dalam kehidupan seorang manusia ketika dihadapkan pada problematika kehidupan. Dan perilaku sabar, menurut ajaran Islam, sangat dekat dengan pertolongan Allah dan ridla Allah. Sebagaimana Nabi kita tercinta, oleh Allah pun juga diberikan bekal yang sama dalam menghadapi problematika kehidupan beliau, yaitu dengan berperilaku sabar. "Bersabarlah (Muhammad), dan tiadalah kesabaran-mu itu melainkan dengan pertolongan Allah" (Qs. an-Nahl: 127)
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ اِلَّا بِاللّٰهِ

Oleh karena beliau bersabda, "Barangsiapa yang memelihara kesopanan dirinya, Allah akan memelihara kesopanannya. Barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan menyukupinya. Barangsiapa melatih kesabaran, maka Allah akan menyabarkannya. Tiada seorang yang mendapat karunia Allah yang lebih baik dari kesabaran" (Hr.Bukhari).


Sabar (shabrun) merupakan salah satu dari sekian banyak budi pekerti yang mulia yang harus kaum muslimin. Sabar merupakan latihan kejiwaan atau pembimbingan ruhani (riyadlatun nafsi au tarbiyaturruuhaniyah) dalam rangka menuju kepada kondisi jiwa yang, bersih dan suci (tazkiyatun-nafs).  Sabar adalah sebuah proses kejiwaan yang harus ditekuni secara disiplin, karena tanpa ketekunan dan kedisiplinan mustahil seseorang itu akan mendapatkan ruhani yang sabar, yang secara implementatif terejawantahkan ke dalam perilaku sabar. Yang secara terminologi banyak dikatakan dengan budi pekerti sabar (khuluqush-shabri).  Sedangkan sabar itu sendiri berarti menahan diri (ihtimaalu 'al-nafs).

Dinul Islam mengajarkan, kaum muslimin harus dapat melaksanakan kewajibannya kepada AIlah dan berusaha menjauhi maksiat. Dinul Islarn tidak mengijinkan seorang muslim untuk berbuat yang di larang Allah, meskipun dia merindukannya. Realitas ini harus diterimanya dengan ikhlas, dan lapang dada karena kesemuanya ini merupakan pemberian Allah kepadanya. Untuk itu seorang muslirn tidak boleh berkeluh kesah, rnarah, dendam, dan berputus asa dari rahrnat Allah.

 Seperti dawuh-Nya Allah ta'ala, "Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar, mereka mengucapkan, inna lil-lahi wa inna ilaihi raaji'uun. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabb-nya. Mereka itulah kaum yang mendapatkan hidayah Allah" (Qs. Al-Baqarah: 155-1 57)
 وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ
اُولٰۤىِٕكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ
Allah berfirman dalam ayat yang lain, "Dan sesungguhnya kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan" (Qs An-Nahl: 96).
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِيْنَ صَبَرُوْٓا اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Juga dalam firman-Nya, "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas.(Qs Az-Zumar 10).
اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Mengenai keutamaan sabar ini Nabi SAW mengatakan, "Kesabaran itu cahaya" (Hr Muslim)

Budi pekerti sabar dan tidak berkeluh kesah, adalah suatu perbuatan yang sangat berat dan sulit untuk diamalkan dalam kehidupan keseharian seorang muslim.. Terlebih, bila yang dihadapi itu adalah masalah ekonomi keluarga, terasa dada ini dari waktu ke waktu semakin sesak, dan kepala terasa mau pecah. Kondisi genting inilah, bagi seorang mukmin jawabannya hanya satu, jalan keluarnya adalah kembali kepada iman. Karena hanya dengan keimanan yang kuat dan kokoh, dia dapat berperilaku sabar dan tidak berkeluh kesah. Disebabkan kalbunya, di mana keimanannya berada, mengatakan bahwa segalanya dari Allah, tak seorang manusia pun yang dapat menolak atau mengelak dari ketetapan-Nya. Namun demikian, bagi seorang mukmin kesabaran dan tidak berkeluh kesah itu termasuk budi pekerti yang harus diusahakan dan diperoleh dalam kehidupan keberagamaannya, sudah barang tentu hal ini mesti melalui latihan-latihan ruhani (riyaadhatur-ruuhaniyyah) dan perjuangan melawan hawa nafsu (jihaadun-nafsi) .

Dalam kehidupan keseharian kita, yang dapat dirasakan adalah harus tetap sabar ketika menghadapi kebahagiaan, dan juga harus tetap sabar tatkala penderitaan sedang menimpa. Karena secara essensial baik,  kebahagiaan maupun penderitaan, keduanya sama-sama ujian atau cobaan dari Allah ta'ala. Bila maqam ruhani kita ingin meningkat, alias menginginkan semakin taqarrub kepada Allah, terlebih dahulu harus lulus dari ujian-ujian yang diberikan Allah untuk kita.

Sedangkan kesabaran untuk menghadapi kebahagiaan yang kita rasakan, maupun kesabaran terhadap penderitaan yang sedang menimpa, keduanya sama-sama beratnya. Meski dari kebanyakan umat manusia mempunyai kecenderungan begitu saja mengabaikan `kesabarannya tatkala mendapat kebahagiaan'. Sebaliknya menganggap berat sekali melakukan 'kesabaran tatkala menerima musibah'.

Karena sabar itu memang berat, oleh karena dalam sebuah hadisnya Nabi SAW memberikan motivasi spiritual kepada kita dengan mengatakan, "Sangat rnengagumkan keadaan seorang mukmin, sebab kondisi bagaimana pun baginya adalah baik. Tidaklah mungkin terjadi demikian, kecuali bagi seorang mukmin. Jika mendapat nikmat, dia bersyukur dan itu baik baginya, dan bila menderita kesusahan, dia bersabar; maka kesabaran itu lebih baik baginya"  (Hr.Muslim).

Narnun berbeda bagi orang-orang yang khusus, seperti para shiddiqiin, shaalihlin, dan rabbaniyiin, bagi mereka kesemuanya ini merupakan sarana untuk tetap dapat beristislam kepada Allah. Baginya, sabar merupakan harta perniagaan yang sangat menjanjikan keberuntungan yang luar biasa di sisi-Nya.

Dengan adanya keteladanan nyata dari Nabi Muhammad SAW dengan generasi terdahulu perihal kesabaran, maka seorang muslim akan mampu hidup sabar dengan selalu mengharap pertolongan dan ridla Allah. Dikarenakan dia memegang prinsip kehidupannya, "Maka mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadapnya, sampai datang pertolongan Kami (Allah) kepadanya. Tak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah" (Qs.al-An'aam:34)
فَصَبَرُوْا عَلٰى مَا كُذِّبُوْا وَاُوْذُوْا حَتّٰٓى اَتٰىهُمْ نَصْرُنَا ۚوَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمٰتِ اللّٰهِ ۚوَلَقَدْ جَاۤءَكَ مِنْ نَّبَإِ۟ى الْمُرْسَلِيْنَ
Dia menghadapi segala cobaan dan penderitaan tanpa mengeluh, marah, atau pun membalas keburukan dengan keburukan, melainkan dengan kebaikan. Dia pemaaf, sabar, dan mengampuni segala kesalahan orang lain. Seperti difirmankan Allah, "Bagi orang yang sabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan" (Qs.asy-Syuura: 43)
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ اِنَّ ذٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ ࣖ
Memperjuangkan kebenaran itu adalah benar. Akan tetapi, memperjuangkan kebenaran tanpa difasilitasi dengan kesabaran, maka kebenaran itu menjadi kurang ada manfaatnya.